Dipublikasikan: Selasa, 26 Agustus 2025

Proses Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih Layak Konsumsi

Gambar 1. Sumber Lahan Gambut

Air gambut banyak dijumpai di daerah rawa dan lahan gambut, terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Ciri khas air ini adalah warna cokelat kehitaman yang disebabkan oleh kandungan zat organik seperti asam humat dan fulvat. Air gambut umumnya bersifat asam (pH 3–5), berbau, berasa kurang sedap, serta mengandung logam besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam kadar tinggi. Dengan karakteristik tersebut, air gambut tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung.

Air yang terlalu asam dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, mempercepat korosi pada pipa, dan merusak gigi. Kandungan zat organik yang tinggi juga berpotensi bereaksi dengan klorin saat proses desinfeksi, membentuk senyawa berbahaya. Sementara itu, kadar Fe dan Mn yang berlebihan dapat menimbulkan endapan, noda, serta berpotensi mengganggu kesehatan. Tingkat kekeruhan yang tinggi pun menyulitkan proses desinfeksi karena mikroorganisme dapat terlindung di balik partikel-partikel tersebut. Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan agar air gambut memenuhi standar kualitas air minum.

Proses Pengolahan Air Gambut

1. Air Gambut Baku

Air gambut baku adalah air yang berasal dari rawa atau lahan gambut. Ciri khasnya berupa warna cokelat hingga hitam pekat akibat kandungan zat organik, terutama asam humat dan fulvat. Air ini bersifat asam dengan pH rendah, umumnya berkisar antara 3–5. Selain itu, kandungan logam seperti besi (Fe) dan mangan (Mn) di dalamnya juga cukup tinggi.

Dengan karakteristik tersebut, air gambut tidak layak dikonsumsi secara langsung. Selain memiliki rasa dan aroma yang kurang sedap, air ini bersifat asam dan berpotensi mengandung bakteri patogen yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, sebelum dimanfaatkan sebagai sumber air bersih, air gambut harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

2. Netralisasi pH

Setelah air gambut diambil dari sumbernya, langkah pertama adalah menetralkan tingkat keasamannya. Air gambut umumnya memiliki pH rendah atau bersifat asam sehingga tidak memenuhi standar kualitas air minum. Untuk mengatasinya, ditambahkan bahan penetral seperti kapur (CaCO₃ atau Ca(OH)₂) maupun soda ash (Na₂CO₃).

Penambahan bahan penetral bertujuan untuk menaikkan pH air ke kisaran normal, yaitu 6,5–8,5. Selain membuat air lebih aman bagi kesehatan, proses netralisasi juga berperan penting dalam menunjang tahap pengolahan selanjutnya. Tanpa penyesuaian pH terlebih dahulu, proses koagulasi dan filtrasi tidak akan berlangsung secara optimal.

3. Koagulasi dan Flokulasi

Setelah pH air gambut dinetralkan, tahap selanjutnya adalah proses koagulasi dan flokulasi. Proses ini sangat penting karena air gambut mengandung banyak zat organik dan partikel koloid berukuran sangat halus yang sulit diendapkan secara alami.

Pada proses koagulasi, ditambahkan bahan kimia yang disebut koagulan, seperti tawas (aluminium sulfat), PAC (Polyaluminium Chloride), atau FeCl₃ (ferric chloride). Koagulan berfungsi menetralkan muatan partikel halus dan zat organik, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung membentuk gumpalan yang lebih besar.

Setelah proses koagulasi, dilanjutkan dengan tahap flokulasi, yaitu pengadukan lambat untuk membantu partikel-partikel kecil yang telah bergabung membentuk gumpalan lebih besar, yang disebut flok. Flok inilah yang kemudian akan diendapkan pada tahap sedimentasi.

Melalui proses koagulasi dan flokulasi, air gambut yang semula berwarna gelap dan keruh akan mengalami perbaikan kualitas. Kotoran, zat warna, serta sebagian kandungan logam akan terikat dalam flok, sehingga air menjadi lebih jernih sebelum memasuki tahap pengolahan berikutnya.

4. Sedimentasi

Setelah proses koagulasi dan flokulasi menghasilkan gumpalan partikel atau flok, tahap selanjutnya adalah sedimentasi. Pada tahap ini, air dialirkan ke dalam bak pengendapan sehingga flok-flok yang terbentuk dapat mengendap perlahan di dasar bak.

Proses sedimentasi bertujuan memisahkan air dari endapan lumpur yang mengandung zat organik, zat warna, serta logam seperti besi (Fe) dan mangan (Mn). Semakin lama waktu pengendapan, semakin banyak flok yang mengendap di dasar bak, sehingga air di bagian atas menjadi lebih jernih.

Dengan demikian, tahap sedimentasi menjadi salah satu langkah kunci dalam mengurangi kekeruhan air gambut. Air hasil sedimentasi memang belum sepenuhnya bersih, tetapi sudah jauh lebih jernih dan siap diproses lebih lanjut melalui tahap filtrasi.

5. Filtrasi

Setelah melewati proses sedimentasi, air gambut yang lebih jernih dialirkan ke unit filtrasi. Tahap ini berfungsi menyaring partikel halus yang masih tersisa sekaligus memperbaiki kualitas warna, bau, dan rasa air.

Umumnya, proses filtrasi menggunakan beberapa lapisan media penyaring, di antaranya:

  • Pasir silika: berfungsi menyaring kotoran halus dan sisa flok.
  • Karbon aktif: berperan penting dalam mengurangi zat organik, warna cokelat, bau, dan rasa yang tidak sedap.
  • Manganese greensand: digunakan untuk mengikat serta menurunkan kadar logam besi (Fe) dan mangan (Mn) yang masih terkandung dalam air.

Dengan kombinasi media tersebut, kualitas air meningkat secara signifikan. Air yang semula berwarna gelap, berbau, dan keruh berubah menjadi lebih jernih, tidak berbau, serta memiliki rasa yang lebih layak untuk digunakan. Proses filtrasi bahkan dapat dilanjutkan dengan teknologi membran RO (Reverse Osmosis) atau UF (Ultrafiltration) untuk memperoleh kualitas air yang memenuhi standar air minum.

6. Disinfeksi

Setelah melewati proses filtrasi, langkah selanjutnya adalah disinfeksi. Tahap ini sangat penting untuk memastikan air benar-benar aman dikonsumsi. Meskipun air sudah jernih dan tidak berbau, masih ada kemungkinan mengandung bakteri patogen, virus, atau mikroorganisme berbahaya lainnya.

Disinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa metode, di antaranya:

  • Klorinasi: penambahan klorin dalam dosis tertentu untuk membunuh mikroorganisme.
  • Ozonisasi: penggunaan ozon (O₃) yang sangat efektif sebagai oksidator sekaligus disinfektan.
  • Sinar UV: pemanfaatan radiasi ultraviolet untuk merusak DNA mikroorganisme sehingga tidak dapat berkembang biak.

Melalui proses ini, air hasil pengolahan tidak hanya jernih secara fisik, tetapi juga aman dari segi mikrobiologis. Air yang semula berwarna pekat, bersifat asam, dan berbau kini berubah menjadi air bersih yang layak konsumsi sesuai standar kesehatan.

Air gambut yang banyak dijumpai di wilayah rawa dan lahan gambut Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber air. Namun, kondisi alaminya tidak memungkinkan untuk dikonsumsi secara langsung. Melalui serangkaian proses—mulai dari netralisasi pH, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, hingga disinfeksi—air gambut dapat diolah menjadi air bersih yang aman, jernih, dan layak digunakan.

Pengolahan air gambut bukan hanya soal penerapan teknologi, tetapi juga merupakan upaya strategis untuk memenuhi kebutuhan air bersih di daerah yang minim sumber air tawar. Dengan metode yang tepat, air gambut dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi ketersediaan air bersih, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang berada di sekitar lahan gambut.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang water treatment, PT Horizon Teknologi hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut dengan menghadirkan solusi pengolahan air gambut yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan pengalaman luas serta dukungan teknologi modern, PT Horizon Teknologi berkomitmen membantu masyarakat dan industri memperoleh akses terhadap air bersih dan air minum yang layak.